Selama ini, Ferdinand Marcos Sr memang terkenal akan kekejiannya. Pada 1972, UU Darurat Militer yang dicanangkan oleh sang diktator merenggut banyak nyawa dan menguras miliaran dolar uang rakyat. Saat dia digulingkan, keluarga Marcos melarikan diri ke Hawaii, AS, pada Februari 1986.
Setelah kematian Marcos Sr pada 1989, keluarga tersebut kembali ke Filipina pada 1991. Marcos Jr kemudian terpilih menjadi anggota dewan dari Distrik Ilocos Norte pada kongres ke-2, dan menjabat dari 1992 hingga 1995.
Pada 1998, Bongbong kembali memimpin Ilocos Norte sebagai gubernur. Melalui Partai Nacionalista, dia kemudian menjabat sebagai senator pada 2010-2016.
Bongbong Marcos lalu mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada Pemilu Filipina 2016. Namun, dia kalah dari perwakilan Camarines Sur, Leni Robredo, dengan selisih 263.473 suara atau 0,64 persen. Tak mau menyerah, Marcos Jr mengumumkan pencalonan dirinya lagi pada 2021, kali ini sebagai presiden untuk Pemilu 2022.
Kampanye Bongbong kerap mendapatkan kritik sebagai upaya menutupi citra buruk yang tercipta akibat pelanggaran HAM ayahnya selama puluhan tahun. Kendati demikian, dia selalu membantah semua kritik tersebut.
Bukti “kekayaan kotor” keluarganya yang selama ini disembunyikan, kini telah ditemukan. Harta itu mencakup karya seni, properti, perhiasan, hingga uang sebesar 600 juta dolar AS atau sekitar Rp8,7 triliun yang disimpan Ferdinand Marcos di Bank Swiss. Sebagian di antaranya dikembalikan untuk membayar utang terhadap korban pelanggaran HAM di Filipina.