JAKARTA, iNews.id – Dunia dikejutkan dengan berita tewasnya Ismail Abdulsalam Ahmed Haniya, pemimpin Hamas, di Iran, Rabu (31/7/2024). Kejadian ini menambah babak baru dalam konflik panjang di Timur Tengah, mengingat peran penting Haniya dalam organisasi yang menguasai Jalur Gaza.
Ismail Haniya, yang lahir pada tahun 1962 di kamp pengungsi Shati, Gaza, berasal dari keluarga yang melarikan diri dari kota Asqalan setelah berdirinya negara Israel pada tahun 1948. Melansir dari Aljazeera, dia mengecap pendidikan di Institut al-Azhar di Gaza dan meraih gelar sarjana dalam bidang sastra Arab dari Universitas Islam Gaza.
Haniya memulai karier politiknya di tahun 1983 dengan bergabung dalam Blok Mahasiswa Islam, yang kemudian menjadi cikal bakal Hamas. Tahun 1987, saat terjadi Intifada pertama, Haniya turut aktif dalam aksi-aksi protes terhadap pendudukan Israel.
Akibatnya, ia beberapa kali dipenjarakan oleh otoritas Israel dan akhirnya dideportasi ke Lebanon pada tahun 1992.
Kembalinya Haniya ke Gaza setelah penandatanganan Perjanjian Oslo menjadikannya salah satu tokoh kunci dalam Hamas, terutama setelah menjadi asisten dekat pendiri Hamas, Sheikh Ahmed Yassin. Ketika Intifada kedua meletus pada tahun 2001, Haniya semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu pemimpin politik utama Hamas.