KOPENHAGEN, iNews.id - Ratu Elizabeth II meninggal dunia pada Kamis (8/9/2022). Dia berkuasa selama 70 tahun lebih dan menjadi pemimpin monarki Inggris terlama sepanjang sejarah. Setelah kepergiannya, gelar sebagai pemimpin monarki terlama yang masih berkuasa di Eropa saat ini dipegang Ratu Denmark Margrethe II.
Selain itu Margrethe menjadi satu-satunya perempuan yang menjadi pemimpin monarki di Eropa setelah Ratu Elizabeth II wafat.
Perempuan berusia 82 tahun itu dipuji karena berhasil menyatukan dan memodernisasi monarki Denmark selama 50 tahun bertakhta. Sebagai bentuk berkabung atas kepergian Ratu Elizabeth II, festival perayaan ulang tahun ke-50 kenaikan takhta atau golden jubilee Ratu Margrethe digelar secara sederhana pada akhir pekan ini. Perayaan dengan parade kereta melalui jalan-jalan utama Kopenhagen dan penampilan di balkon juga dibatalkan.
Upacara kenaikan takhta golden jubilee Ratu Margrethe II digelar pada Januari lalu dengan perayaan sangat sederhana akibat pandemi Covid-19.
Margrethe menyandang mahkota ratu di usia 31 tahun atau pada Januari 1972 setelah kematian ayahnya, Frederik IX. Dia menjadi perempuan pertama yang memegang posisi sebagai ratu di Denmark.
Pada saat naik takhta, hanya 45 persen warga Denmark yang mendukung sistem monarki. Masyarakat berpandangan sistem monarki tidak memiliki tempat dalam demokrasi modern. Namun, selama pemerintahannya, Ratu Margrethe II bisa terhindar dari skandal bahkan berperan dalam memodernisasi institusi kerajaan. Sebagai contoh, dia merestui kedua putranya menikah dengan rakyat jelata.
Berkat usahanya itu, monarki Denmark menjadi salah satu yang paling populer di dunia karena mendapat dukungan dari 80 persen lebih warga Denmark.
Setelah Margrethe II, pemimpin monarki terlama lainnya di Eropa adalah Raja Carl XVI Gustaf dari Swedia yang telah berkuasa selama 48 tahun.
Ratu Margrethe lahir di Kopenhagen pada 16 April 1940, sepekan setelah invasi Nazi Jerman ke Denmark. Dia merupakan anak tertua dari tiga bersaudara, namun saat itu hukum suksesi Denmark melarang perempuan menjadi pewaris takhta. Denmark mengubah undang-undang tersebut pada 1953 setelah melalui referendum.