Trump menyerukan relokasi besar-besaran warga Gaza ke Yordania dan Mesir untuk sementara dan jangka panjang guna untuk melakukan pembongkaran terhadap wilayah itu yang hancur akibat perang.
“Semua penjahat perang Israel sejak awal serangan (ke Gaza) mengatakan bahwa tujuan utama mereka adalah pembersihan etnis warga Gaza dan deportasi ke Sinai Mesir,” kata Barghouti.
Pulangnya ratusan ribu pengungsi, lanjut dia, membuktikan kegagalan rencana Israel, sebaliknya menandai eksistensi tanah air Palestina.
Al Jazeera melaporkan suasana sukacita, haru, dan gembira, mewarnai kembalinya pengungsi ke Gaza Utara. Mereka bisa bertemu dengan sanak saudara yang telah terpisah selama lebih dari 15 bulan.
Mereka bahkan tak memedulikan rumah yang telah hancur, rata dengan tanah.
Seorang pengungsi, Tamer Almisshal, mengatakan pemandangan penuh kegembiraan ini menunjukkan tekad serta kekuatan bertahan hidup di bawah serangan militer Israel selama 15 bulan.
"Ini adalah momen penting dan bersejarah bagi warga Palestina karena ini adalah pertama kalinya sejak 1948 mereka dipaksa keluar dari rumah dan tanah mereka, berhasil kembali, meskipun terjadi kehancuran dan genosida," ujarnya.
Dia juga mengutip perkataan seorang pengungsi lainnya, keluarganya akan mendirikan tenda di rumahnya yang hancur dan itu jauh lebih baik daripada diusir paksa dari Gaza.
Dia menambahkan, berdasarkan pengumuman, langkah berikutnya yang akan dilakukan Hamas adalah membuka jalur penyeberangan Rafah dengan Mesir, sehingga bantuan bisa mengalir dan ribuan warga Palestina yang terluka parah bisa memperoleh perawatan medis di luar negeri.