Di masa kekuasannya, Mugabe pernah meluncurkan program kontroversial land reform, yakni mengambil alih kepemilikan tanah dari warga kulit putih.
Rintangan mulai menghampirinya saat partai pengusungnya, Zanu-PF, gagal mendapat suara mayoritas di parlemen pada 2008. Ini peristiwa buruk pertama sepanjang kepemimpinannya. Lepas dari prestasi buruknya di Zanu-PF, dia diamanatkan menjadi Ketua Uni Afrika (Africa Union) pada 2015.
Pada 2009, Mugabe melantik Tsvangirai menjadi perdana menteri. Tsvangirai sebenarnya adalah rival politik Mugabe di pemilihan presiden sebelumnya. Keduanya punya dukungan yang sama kuat hingga pemilihan harus dilakukan selama dua putaran. Namun karena intimidasi, Tsvangirai memilih mundur hingga Mugabe naik kembali menjadi presiden.
Ambruknya kekuasaan pemerintahan diktator biasanya dipicu dari buruknya kondisi ekonomi negara yang memicu gerakan perlawanan dari bawah. Pemerintah melakukan berbagai upaya agar negara tak semakin terpuruk, termasuk berutang. Pada 2016, pemerintah menerbitkan surat utang.
Pada 2017, Mugabe semakin sering mengalami hal buruk. Orang-orang di pemerintahan mulai berani menentangnya. Berawal ketika dia memecat Wapres Emmerson Mnangagwa pada 7 November, dengan alasan tidak loyal. Pemecatan itu dilakukan demi memuluskan langkah istrinya, Grace, untuk mengambil alih jabatan presiden, menggantikannya.