Seluruh kepelikan tersebut menandai awal dari Revolusi Rusia tahun 1905. Soviet (dewan pekerja) bermunculan di kota-kota guna mengarahkan aktivitas revolusioner.
Rusia semakin lumpuh hingga pemerintahan kekaisaran tak berdaya menghadapi gejolak-gejolak di seluruh negeri.
Pada tahun 1904, Nicholas II dan istrinya, Permaisuri Aleksandra mempunyai memiliki seorang putra, Tsarevich Aleksei Nikolaevich atau akrab disapa Alexie.
Namun, Alexei mempunyai penyakit genetik yang berasal dari keluarga ibunya, yaitu hemofilia atau penyakit yang membuat darah tidak bisa membeku. Penyakit ini memang telah menjangkit banyak bangsawan Eropa.
Nicholas II dan Rusia akhirnya terlibat dalam Perang Dunia I karena semangat membela sesama kaum Ortodoks Slavia di Eropa Timur dan Balkan. Pada Agustus 1914, tentara Rusia menyerbu Provinsi Prusia Timur yang dikuasai Jerman dan menduduki sebagian besar Austria. Namun, kontrol Jerman atas Laut Baltik dan kontrol koalisi Jerman-Utsmaniyah.
Pada 3 Maret 1917, pemogokan massal terjadi pada sebuah pabrik di ibukota Sankt-Peterburg yang membuat hampir seluruh pekerja melakukan pemogokan serupa hingga terjadi dan kerusuhan di mana-mana.
Pada akhir Revolusi Februari yaitu tanggal 2 Maret (Kalender Julian) atau 15 Maret (Kalender Gregorian) 1917, Nicholas II akhirnya turun tahta. Ia sebenarnya menyusun rencana untuk menobatkan Pangeran Mikhail sebagai kaisar berikutnya atas seluruh Rusia.
Namun, Mikhail menolak naik takhta hingga ia akhirnya diizinkan untuk memilih melalui Majelis Konstituante untuk kelanjutan Rusia sebagai sebuah negara monarki atau republik.