Perang Dingin sebelumnya antara Uni Soviet dan sekutu blok Timur dengan AS dan sekutu Barat dimulai setelah Perang Dunia II dan berakhir dengan pecahnya Uni Soviet pada 1991. Itu merupakan bentrokan dua kekuatan adidaya pemilik senjata nuklir yang juga membawa ideologi masing-masing, yakni komunisme dan otoritarianisme di satu sisi melawan kapitalisme dan demokrasi di pihak lain.
Menurut Guterres, Perang Dingin terbaru ini bisa lebih berbahaya karena Uni Soviet dan AS kala itu membuat aturan yang jelas, yakni kedua belah pihak sadar betul akan risiko menghancurkan dari senjata nuklir yang mereka miliki.
Kedua pihak memiliki saluran dan forum untuk menjamin segala sesuatunya tidak akan lepas kendali.
“Sekarang, hari ini, semuanya lebih cair, bahkan pengalaman yang ada di masa lalu untuk mengelola krisis sudah tidak ada lagi,” kata Guterres.
Lebih lanjut dia menyinggung soal kemitraan keamanan Indo-Pasifik melibatkan AS, Inggris, dan Australia. Kerja sama itu menyepakati pemberian akses teknologi kepada Australia untuk membangun kapal selam nuklir. Ketiga negara memang tak menyinggung China dalam tujuan kerja sama mereka, namun arahnya sudah bisa ditebak yakni meladeni semakin meluasnya pengaruh Negeri Birai Bambu di Indo-Pasifik.
Guterres menilai kerja sama itu hanyalah satu bagian kecil dari teka-teki yang lebih kompleks, yakni hubungan yang benar-benar tak berjalan baik antara China dan AS.