Menurut pejabat AS, pria yang juga memiliki nama lain Tahsin itu bertugas di badan militer tertinggi Hizbullah. Dia diburu AS terkait perannya dalam pengeboman Kedutaan Besar AS di Beirut pada 1983. Serangan itu menewaskan 63 orang.
Selain itu dia juga dituduh terlibat dalam pengeboman barak Korps Marinir AS yang menewaskan 241 personel. Jihad Islam, bagian dari Hizbullah, bertanggung jawab atas serangan itu di mana Aqil merupakan anggota seniornya.
Sementara itu pasukan elite Radwan yang dipimpinnya berada di garis depan pertempuran lintas batas Hizbullah dengan Israel sejak perang 7 Oktober.
Surat kabar Israel Haaretz melaporkan, Aqil terluka akibat ledakan bom pager pada Selasa, namun keluar dari rumah sakit pada Jumat kemarin, sebelum pasukan Israel membunuhnya.