Pekerjaan seks di Afghanistan merupakan hal ilegal. Namun karena pendudukan sekutu di negara itu berlanjut, jumlah pria dan wanita yang menjual diri mereka untuk seks melonjak dengan alasan memenuhi kebutuhan.
Organisasi hak asasi manusia di Afghanistan mengatakan, ada ratusan pekerja seks yang berbasis di ibukota negara Kabul. Mereka mengatakan rumah bordil telah beroperasi di luar rumah teman, kedai kopi dan salon kecantikan.
Seorang pekerja seks yang enggan disebut namanya mengatakan, dia beralih ke prostitusi untuk membantu memberi makan lima saudara kandungnya setelah adik jatuh sakit. Wanita 20 tahun itu mengatakan dia melayani hingga tiga laki-laki setiap minggu dengan bayaran masing-masing sekitar Rp300.000.
“Saya berusia 13 tahun ketika ayah meninggal. Ibuku sudah lama sakit. Sebagai yang tertua, aku harus bertanggung jawab atas keluargaku. Saya mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tetapi uangnya tidak pernah cukup," katanya.
Heather Barr, co-direktur untuk hak-hak perempuan di Human Rights Watch mengatakan, pertama kali bertemu perempuan di Afghanistan yang menjual seks pada tahun 2012. Dia menemukan fakta banyak dari mereka terpaksa melakukannya atau menemukan itu satu-satunya pilihan mereka untuk bertahan hidup.