Semua ironi ini dilengkapi oleh fakta bahwa para pejuang hukum dan HAM di Australia sendirilah yang mengungkap ketidakadilan terhadap anak-anak kita ini. Laporan berjudul Age of Uncertainty yang dirilis Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Australia (AHRC) pada 2012 menyebutkan, ada 180 anak yang mendekam di penjara dewasa Australia.
AHRC dengan jelas menyatakan, pemerintah Australia melanggar Konvensi Hak Anak yang diatur oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. AHRC terutama menyoroti prosedur pemeriksaan usia melalui sinar-X.
Menuntut Keadilan
Pengacara Indonesia yang bermukim di Australia, Lisa Hiariej secara probono menjadi kuasa hukum 115 anak yang pernah dipenjara. Pada Oktober 2016 Lisa mulai melakukan gugatan class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap pemerintah Australia.
Pada pertengahan 2018 upaya Lisa untuk menuntut keadilan lewat jalur hukum kandas ketika pengadilan menolak gugatan, karena dianggap tidak memiliki wewenang terhadap Pemerintah Australia. Lisa dan tim pengacaranya pun mengajukan banding ke Mahkamah Agung pada bulan Juli lalu, dan hingga hari ini tengah menunggu proses hukum selanjutnya.
Upaya menuntut keadilan atas kasus ini setidaknya dapat ditempuh melalui beberapa cara. Pertama, adalah dengan membuat laporan ke Komisi Hak Asasi Manusia Australia (AHRC). Akan tetapi, tentu cara ini akan menghadapi kesulitan secara teknis, karena di negara bagian Australia yang menahan anak-anak tersebut, permintaan ganti rugi atas kasus hukum mengalami kadaluwarsa hanya dalam hitungan beberapa tahun saja.
Kedua, adalah menempuh jalur hukum dengan membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice), di mana pihak pemohon atau penggugat diwakilkan atas nama Pemerintah Indonesia, dan pihak yang digugat atau dimohonkan adalah Pemerintah Australia. Harus diakui proses hukum yang ditempuh tersebut tidak akan mudah, panjang, dan berliku.
Menghadapi kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia semestinya tidak boleh berdiam diri dan menganggap kasus pemenjaraan anak-anak Indonesia ini selesai begitu saja. Keadilan untuk anak-anak Indonesia lewat jalur diplomasi juga harus terus diperjuangkan.
Selama ini belum kita dengar upaya nyata yang dilakukan pemerintah dalam menindaklanjuti kasus yang terbengkalai selama satu dasawrsa terakhir ini. Padahal, martabat bangsa kitalah yang menjadi taruhannya. Bayangkan jika kasus serupa menimpa warga Australia di Indonesia. Maka dapat dipastikan tekanan secara gencar akan dilancarkan oleh mereka.
Itulah yang harus mulai dilakukan oleh pemerintah, yaitu melakukan tekanan terhadap pemerintah Australia lewat jalur diplomatik, sementara langkah-langkah hukum strategis disiapkan.