Diakui Dani, regulasi yang mengatur kesempatan kerja bagi warga lokal itu tidak dimaksimalkan. Aturan tersebut hanya diterbitkan lalu disosialisasikan namun tidak ditindaklanjuti. Kendati perekonomian belum sepenuhnya pulih, namun komitmen mempekerjakan warga lokal tetap harus diperjuangkan.
Aktivis Federasi Perjuangan Buruh Indonesia, Herman Abdulrohman mengatakan merebaknya kasus covid-19 menjadi faktor yang memberi dampak signifikan dalam gelombang PHK. Namun, pandemi rupanya bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perusahaan mengurangi jumlah pegawai.
"Bukan faktor pandemi juga, ada faktor lain,” ucapnya.
Menurut dia, dari ratusan kasus PHK yang tercatat, tidak sedikit perusahaan yang ‘menunggangi’ pandemi demi menekan biaya pegawai. Dengan dalih pandemi, perusahaan diduga mengurangi pegawai dengan memberhentikan para pegawai tetap yang bergaji tinggi. Namun, tidak berselang lama, perusahaan justru merekrut para pekerja baru dengan upah lebih murah.
”Ini bukan sekali dua kali terjadi. Jadi para karyawan lama itu banyak kerjanya gentian, misalnya seminggu cuma dua hari kerja. Otomatis karyawan walaupun pekerja tetap tapi gajinya dipotong karena jumlah masuk kerjanya yang sedikit. Karena terus seperti itu, perusahaan menawarkan pemberhentian dengan kompensasi, bukan pesangon,” katanya.