Patah tulang yang dirasakan S baru diketahui keesokan hari setelah tukang urut menyarankan ke klinik medis. Setelah dirontgen, terlihat ada bagian tulang kaki kanan S yang patah.
Tak tega melihat kondisi putrinya, Yayu dan suaminya, Baidilah (40), bergegas menghubungi ahli pengobatan alternatif guna menangani patah tulang S. Sejak itulah kaki kanan S digips hingga membuatnya tak bisa banyak beraktivitas.
"Kita nggak bawa ke rumah sakit karena kan kejadian seperti ini nggak ditanggung sama BPJS (Kesehatan). Akhirnya kita pake pengobatan alternatif," tutur Yayu.
Dilanjutkan Yayu, putrinya masih kerap merasakan nyeri di bagian kaki. Setiap hari, S hanya bisa berbaring dan buang air menggunakan pispot.
"Masih sering merasa sakit," ucapnya.
Guru kelas dan orang tua dari siswa yang mem-bully S sudah datang menjenguk. Kejadian itu disesalkan semua pihak.
Pihak sekolah pun mengklaim telah menjembatani musyawarah antara orang tua korban dan keluarga dari siswa-siswa pelaku bullying.
"Jadi udah musyawarah ketiga orang tua ini, jadi mungkin membantu untuk pengobatan alternatifnya," kata Humas SMPN 1 Pagedangan, Slamet.
Slamet membantah sekolah lepas tanggung jawab. "Jadi pihak sekolah hanya menjembatani itu, jadi nggak sampai ke pengobatan medis (operasi)," ujar dia.
Slamet memastikan akan menindaklanjuti ulah beberapa siswa yang terlibat perundungan itu. "Nanti anak-anak ini kita bahas lagi apakah akan diberi SP 1 (peringatan) atau seperti apa," ujarnya.