Dia menjelaskan, sebelumnya lahan pembangunan UIII itu memang berstatus Eligendom Verponding Nomor 448 atas nama Samuel De Meyer atau William D Groot. Akan tetapi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958, PP Nomor 18 Tahun 1958, dan UU Nomor0 5 Tahun 1960, serta beberapa aturan lainnya, atas tanah-tanah bekas hak barat telah dinyatakan sebagai milik negara.
“Jadi verponding itu hanya riwayat saja, tidak bisa dipakai untuk pembuktian saat ini,” ucap Medi.
Eigendom verponding atau tanah verponding adalah produk hukum pertanahan pada zaman pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia yang melegitimasi kepemilikan seseorang atas tanah. Setelah keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan UU Nomor 5 Tahun 1960, negara mengatur bahwa tanah verponding harus dikonversi statusnya. Setiap orang yang ingin mengonversi hak atas tanah yang dimaksud selambat-lambatnya pada 24 September 1980.
“Jadi sekali lagi saya sampaikan, verponding dalam status hukum untuk pembuktian kepemilikan tanah di Negara Republik Indonesia yang ada di BPN ini tidak diakui lagi keberadaannya, karena sudah banyak aturan-aturan yang cukup untuk melemahkan atau membantah (verponding) tersebut. Jadi tidak ada lagi verponding,” kata Medi.