Rakyat Bicara: Tanah Abang untuk Siapa?

iNews
Wildan Catra Mulia
Ahmad Islamy Jamil
Suasana Jalan Jati Baru Tanah Abang (ilustrasi). (Foto: iNews.id/Dok.)

BAGI khalayak Jakarta, Tanah Abang selalu menjadi topik yang “seksi” untuk diperbincangkan. Itu tak lain dikarenakan posisinya sebagai salah satu pusat bisnis strategis di Indonesia. Bahkan, ada juga yang menobatkan Tanah Abang sebagai pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara. Jadi, wajar saja bila segala sesuatu yang berhubungan dengan kawasan niaga itu bakal menarik perhatian publik, terutama di Ibu Kota.

Dari tahun ke tahun, beragam ihwal seputar Tanah Abang seakan tak pernah sepi dari pemberitaan media massa. Entah itu mengenai kesemrawutan pasarnya, kemacetan lalu lintas di jalan-jalan sekitarnya, atau keberadaan pedagang kaki lima (PKL)—yang acap kali dituding sebagai biang penyebab rumitnya masalah penataan kawasan itu. Tak jarang pula isu-isu tersebut dikapitalisasi sedemikian rupa oleh kelompok-kelompok politik tertentu.

Pada akhir Desember 2017, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memutuskan untuk memfasilitasi para PKL berjualan di Tanah Abang. Caranya adalah dengan menyediakan tenda-tenda khusus buat mereka di sepanjang Jalan Jati Baru. Sebagai konsekuensinya, satu ruas di jalan itu ditutup dan tidak bisa dilalui kendaraan dari pukul 08.00–15.00 WIB. Langkah ini menjadi bagian dari program penataan jangka pendek Pemprov DKI Jakarta terhadap kawasan tersebut.

Kebijakan ini tentu saja langsung disambut antusias oleh sebagian PKL yang sebelumnya memang terbiasa berjualan di trotoar-trotoar Tanah Abang. Mereka pun berduyun-duyun mendaftarkan diri ke kantor kecamatan setempat demi mendapatkan jatah lapak tenda gratis di Jalan Jati Baru. “Sekarang berjualan di Tanah Abang jadi lebih tenang. Enggak perlu main ‘kucing-kucingan’ lagi sama petugas Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta—red) kaya dulu,” ujar salah seorang PKL Tanah Abang, Selamat, kepada iNews, belum lama ini.

Lelaki itu menuturkan, sejak menempati tenda yang disediakan Pemprov DKI di Jalan Jati Baru, dagangannya menjadi semakin laris. Kini, dia bisa meraup omzet rata-rata Rp1 juta hingga Rp2 juta per hari. Padahal, sebelum adanya tenda itu, hasil penjualan yang didapat Selamat hanya ratusan ribu rupiah per hari. “Kalau dulu mau jualan (di trotoar pinggir jalan) susah. Kami harus ngumpet biar enggak dikejar-kejar petugas,” ucapnya.

Salah seorang pengunjung Tanah Abang, Leli, mengaku puas dengan program penataan yang dilakukan Pemprov DKI. Menurut dia, kawasan pusat perbelanjaan itu kini menjadi semakin nyaman disinggahi. Tambahan lagi, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) juga menyediakan bus gratis untuk melayani para pengunjung yang ingin menjelajahi Tanah Abang. “Busnya nyaman dan dingin. Jalanan pun enggak macet lagi kaya dulu,” tutur Leli.


Meski menuai banyak pujian, kebijakan penataan Tanah Abang oleh Pemprov DKI ternyata belum mampu memuaskan semua pihak. Termasuk di antaranya para supir angkutan umum yang selama ini beroperasi di kawasan tersebut. Pasalnya, penutupan Jalan Jati Baru selama tujuh jam setiap hari dinilai mematikan sumber nafkah mereka.

“Dulu biasanya saya dapet tambahan penumpang setiap kali lewat di depan Stasiun Tanah Abang. Tapi sejak jalan (Jati Baru) ini ditutup, saya enggak bisa lagi ngambil penumpang di stasiun. Ini membuat pendapatan makin anjlok,” keluh salah satu supir mikrolet M10 (jurusan Tanah Abang – Jembatan Lima), Mulyadi.

Sebelum kebijakan penutupan Jalan Jati Baru diberlakukan, pendapatan rata-rata yang diperoleh Mulyadi setiap hari bisa mencapai Rp150.000. Namun, angka itu kini menurun drastis. “Udah narik sampai setengah hari cuma dapet Rp10.000,” katanya.

Keluhan serupa juga dirasakan supir mikrolet M08 (jurusan Tanah Abang – Kota), Nurul Bukhari. Menurut dia, pascapenutupan Jalan Jati Baru oleh Pemprov DKI Jakarta, rute angkutan umum yang dia kendarai menjadi bertambah panjang. “Trayek kami makin jauh karena ada pengalihan arus lalu lintas dari pagi sampai sore. Sementara di saat yang sama, bus-bus gratis malah dioperasikan di Tanah Abang ini, bikin setoran kami makin berkurang,” ujar Bukhari.

Tokoh masyarakat Tanah Abang, Heru Nuryana berpendapat, kebijakan penutupan Jalan Jati Baru di satu sisi memang memberikan keuntungan kepada para pedagang kecil. Namun, di sisi lainnya, langkah itu justru berdampak merugikan bagi para pengguna jalan di kawasan itu, khususnya para supir angkutan umum.

Tidak hanya itu, kebijakan tersebut juga dikhawatirkan memunculkan potensi konflik horisontal di antara sesama pedagang di Tanah Abang. Pasalnya, dari total 1.300 PKL yang direncanakan mendapat fasilitas lapak tenda di Jalan Jati Baru, yang sudah diakomodasi Pemprov DKI baru 400 orang saja. “Ada indikasi penataan ini terkesan dilakukan secara terburu-buru oleh Pemda DKI,” kata Heru.

Peneliti dari komunitas Ganesha Maju Bersama (GMB), Alfati Nova menuturkan, penataan Tanah Abang sejatinya tidak melulu berkaitan dengan masalah PKL saja. Tetapi juga menyangkut kepentingan pengguna jalan raya, pengunjung, dan pedagang yang menyewa kios di dalam gedung pasar.

“Karena itu, pemerintah harus memikirkan betul formulasi yang tepat dalam melakukan penataan. Jangan sampai kebijakan yang dibuat malah mengganggu kepentingan-kepentingan lainnya,” ujar Nova.

Dia mengatakan, saat ini ada sekitar 20.000 kios yang aktif beroperasi di Tanah Abang. Adapun jumlah pengunjung yang datang ke pusat grosir itu mencapai 85.000 hingga 200.000 orang per hari. Sayangnya, kapasitas sarana dan prasarana di Tanah Abang saat ini sudah tidak lagi mampu mendukung ramainya pengunjung, pedagang, dan lalu lintas di kawasan bisnis seluas 8 hektare tersebut.

“Tanah Abang jelas membutuhkan sarana dan prasarana baru. Sementara, untuk menambah pembangunan di atas area permukaan (tanah) yang ada, saat ini sudah tidak mungkin dilakukan. Solusinya, pemerintah harus memanfaatkan ruang udara yang kosong, yaitu dengan membangun skywalk atau skybridge (jembatan penghubung) di seputaran Tanah Abang ini,” tutur Nova.

Infografik: potensi ekonomi di Pasar Tanah. (Dirangkum dari berbagai sumber)


Peneliti GMB lainnya, Suvindo mengatakan, Tanah Abang adalah aset besar yang dimiliki bangsa ini. Berdasarkan data yang dia himpun dari Asosiasi Pedagang Seluruh Indonesia (APPSI), perputaran uang di pusat grosir itu mencapai Rp200 miliar per hari. Bahkan, 40 persen transaksi perdagangan tekstil se-Indonesia itu ada di Tanah Abang. Ironisnya, pemerintah tidak berani mengucurkan investasi untuk pembangunan infrastruktur yang dapat mendukung kegiatan ekonomi sebesar itu.

Menurut dia, sumber masalah kemacetan dan kesemrawutan di Tanah Abang selama ini antara lain disebabkan oleh padatnya arus pejalan kaki yang melintasi jalan raya di kawasan itu. Sebagai gambaran, ada ribuan penumpang kereta rel listrik (KRL) yang menyeberang dari stasiun ke arah Pasar Tanah Abang setiap lima menit. Selain itu, ada juga puluhan hingga ratusan penumpang angkutan umum lain (bus dan mikrolet) yang melakukan hal serupa setiap menitnya. Mereka semua melintas di jalan raya, sehingga menyebabkan semua kendaraan yang lalu lalang terpaksa berhenti.

“Jadi, kesemrawutan yang terjadi di Tanah Abang tidak bisa sepenuhnya menjadi kesalahan PKL, tapi pejalan kaki juga. Karena itu, keberadaan skywalk yang menghubungkan stasiun dan pasar mutlak diperlukan. Dengan begitu, aktivitas para pejalan kaki dan PKL di kawasan ini bisa diangkat ke atas, sehingga jalan raya yang ada di bawah bisa difungsikan secara maksimal untuk lalu lintas kendaraan,” kata Suvindo.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga S Uno, mengaku sudah menyiapkan desain jangka menengah untuk penataan Tanah Abang. Desain tersebut mencakup pembangunan skybridge yang akan menghubungkan antarblok, serta program revitalisasi pasar Blok G—yang selama ini ditinggalkan para pedagang lantaran sepi pengunjung. “Desain jangka menengah ini juga selaras dengan rencana relokasi pedagang dari Blok G ke tempat penampungan sementara,” ujar Sandi, sapaan Sandiaga.

Dia berharap keberadaan skybridge atau jembatan penghubung itu bisa membantu mengurangi kemacetan di Tanah Abang. Dengan fasilitas tersebut, masyarakat yang hendak mengunjungi pasar tidak perlu lagi memadati jalan raya, melainkan dapat langsung menuju titik tujuan dengan berjalan kaki di atas jembatan. Sandi pun berjanji akan membuka kembali Jalan Jati Baru untuk lalu lintas lintas kendaraan seperti sedia kala.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abraham Lunggana mengatakan, desain skybridge yang akan dibangun Pemprov DKI menyerupai skybridge di Cihampelas, Bandung, Jawa Barat. Di sisi kanan dan kiri jembatan penghubung itu nantinya juga akan diisi oleh para PKL Tanah Abang. Dia menyatakan akan mendukung dan mendorong Pemprov DKI segera merealisasikan rencana tersebut.

“Pak Anies (Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan—red) sama Pak Sandi mau bikin skybridge seperti di Bandung itu. Ada jembatan di sana. Barusan saya ngomong, ‘Saya apresiasi Pak. Saya akan dukung itu.’ Saya bilang juga kepada mereka agar jangan berlama-lama,” kata politikus yang akrab disapa Haji Lulung itu.***

Editor : Ahmad Islamy Jamil
Artikel Terkait
Nasional
13 jam lalu

Investasi di Jakarta Tembus Rp204 Triliun, Jadi Daya Tarik Ekonomi Nasional

Megapolitan
23 jam lalu

Polisi Sebut Pria Tabrakkan Diri ke Mobil di Tanah Abang Alami Gangguan Jiwa

Megapolitan
2 hari lalu

Viral Pria Sengaja Tabrakkan Diri ke Mobil di Tanah Abang Jakpus, Diduga ODGJ

Nasional
4 hari lalu

Cerita Sandiaga Uno Maju Pilgub Jakarta 2017, Sempat Tak Pede hingga Berpasangan dengan Anies

Nasional
4 hari lalu

Sandiaga Uno: Indonesia Punya Peluang Percepat Pertumbuhan Ekonomi

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal