“Jadi ketika salah satu saksi mengatakan handphone diserahkan di rumah, majelis menanyakan benar itu handphone yang jadi barang bukti atau hape yang lain karena saksi mengatakan kalau klien kami punya beberapa handphone," kata Arjana.
Arjana melihat keterangan yang dilakukan petugas yang berbeda menunjukan keterangan lainnya tak bisa di percaya.
"Jadi dari satu keterangan kalau sudah tidak sesuai bagaimana kita bisa percaya keterangan yang lain," katanya.
Selain itu, Arjana menyoroti tentang saksi kedua yang identitasnya tak tercantum dalam surat perintah penangkapan untuk kliennya. Terlebih dalam kasus ini, pengacara mencurigai polisi itu tak pernah ada di lokasi kejadian.
“Bagaimana dia bisa cerita yang benar dan bisa dipercaya," katanya.
Arjana menuturkan, sidang selanjutnya pada Senin pekan depan akan beragendakan pemeriksaan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam kasus ini, Vanessa didakwa melanggar Pasal 62 UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika junto Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika atas kepemilikan 20 butir xanax tanpa izin.