Guntur pun panik. Dia tersadar, suara itu tidak mungkin sekadar suara knalpot. Dalam waktu singkat, suasana di Perguruan Cikini dipenuhi kepanikan dan ketakutan. Guntur refleks melompat masuk ke kolong meja untuk berlindung.
"Setelah aku dapat menguasai lagi rasa takutku dan emosi, cepat-cepat aku melompat masuk di antara sela-sela tumpukan peti botol limun di kolong meja," kata Guntur.
Pengawalnya yang dipanggil Kak Ngatijo rupanya mencari Guntur. Begitu menemukan Guntur, Ngatijo lega dan diajak segera pulang. Guntur ingat ayahnya dan menanyakan kepada Ngatijo.
"Belum tahu juga Mas! Tugas Kakak menyelamatkan Mas dulu ke rumah," jawab Ngatijo yang langsung menyeret Guntur secepat kilat ke mobil B-5353.
Mobil itu ngebut ke Istana Presiden. Begitu sampai dan turun dari mobil, Guntur yang masih panik dan khawatir cepat-cepat mencari ayahnya ke kamar.
Ternyata Soekarno tidak ada di sana. Guntur sempat mengira ayahnya menjadi korban ledakan granat di Cikini itu.
"Aku cepat ngibrit ke kamar Bapak. Ternyata Bapak tidak ada di situ. Jangan-jangan Bapak tewas kena granat dan aku sekarang jadi anak yatim."
Diliputi kekhawatiran, tiba-tiba dia mendengar teriakan ayahnya memanggil-manggil nama Saiin. Guntur pun lari ke kamar Bung Karno.