Fahmi, selaku Koordinator Lapangan Aksi Kamisan, menegaskan bahwa selama ini yang dilakukan aparat hanya sebatas memberi santunan, bukan menyelesaikan perkara secara hukum. Ia menyoroti bahwa pelaku intelektual tragedi ini masih belum tersentuh.
“Pelaku intelektual bisa mendapatkan hukuman, proses peradilan hari ini kita melihat belum dapat semestinya,” tegas Fahmi.
Menurutnya, pemberian santunan oleh kepolisian bukan langkah yang merepresentasikan penegakan hukum sejati.
“Selama ini dilakukan Kepolisian misalnya melakukan santunan dan sebagainya, bukan satu upaya yang benar untuk benar-benar penegakan keadilan bagi 135 nyawa korban jiwa,” tambahnya.
Kritik Pedas untuk Erick Thohir: “Tragedi Kanjuruhan Dijadikan Komoditas Politik”
PSSI juga tak luput dari sorotan tajam. Fahmi menilai peran PSSI sangat minim dalam menuntaskan kasus ini, bahkan menuduh Ketua Umum PSSI Erick Thohir hanya menggunakan tragedi ini sebagai bahan kampanye politik menjelang pemilihan.
“Ketua Erick Thohir di awal sempat bilang sebelum maju akan memperhatikan. Tapi sampai hari ini kita nggak lihat ada atensi untuk itu, ya kita lihat peran dari PSSI masih sangat minim,” kata Fahmi.
Tragedi Kanjuruhan: Luka Kolektif Sepak Bola Indonesia
Untuk diketahui, Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 setelah laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Sebanyak 135 orang meninggal dunia, sementara lebih dari 600 orang luka-luka.
Pasca tragedi ini, Arema FC dikenai sanksi berat dan dilarang menggunakan Stadion Kanjuruhan sebagai kandang pertandingan, karena dianggap tidak memenuhi standar keamanan.