Produksi minyak fase primer dari lapangan Duri mencapai puncaknya pada 1965, yakni sebesar 65 ribu barel. Seiring dengan penurunan tekanan di reservoir, serta karakteristik minyak Duri yang kental, produksinya mulai menurun.
Pada 1975, studi berbagai teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) mulai dilakukan, termasuk Steamflood (injeksi uap). Tahun 1985, hasil studi Steamflood berhasil membuat nadi lapangan Duri berdenyut kencang dan menaikkan kembali produksi minyak dari lapangan.
Puncaknya pada 1995, Lapangan Duri tercatat menghasilkan 302 ribu barel per hari, yang kemudian secara alamiah kembali menurun.
Cece menegaskan, metode injeksi uap telah merevolusi cara mengekstraksi minyak dari dalam perut bumi. Dengan menyuntikkan uap panas ke dalam reservoir, minyak yang semula kental menjadi lebih encer dan mudah dipompa ke permukaan.
"Teknologi ini tidak hanya meningkatkan produksi secara signifikan, tetapi juga memperpanjang usia produktif ladang minyak Duri," katanya.
Lapangan Duri kini telah berusia 70 tahun. Sejarah lapangan Duri membuktikan bahwa keberhasilan pengelolaan dan penambahan usia lapangan migas sangat ditentukan oleh teknologi yang digunakan, serta penambahan area-area baru.
Denyut produksi lapangan Duri sempat kembali meningkat setelah area North Duri Development (NDD) Area 12 dioperasikan pada 2009, disusul area 13 pada 2013.
Sejak itu, belum ada lagi penambahan area produksi baru di Duri. Tingkat penurunan produksi lapangan ini secara alamiah pun terus menurun.
Setelah alih kelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada 9 Agustus 2021, berbagai inisiatif eksplorasi dilakukan untuk pengembangan lapangan. Termasuk di lapangan NDD Area 14 Stage-1.