"Pesan Agus itu dimaknai publik, bisa dari sisi ideologisnya, tapi bisa pula dimaknai ketidaksetujuan Agus pada bagi-bagi kekuasaan itu. Demokrat tidak setuju karena pembagian kekuasaan itu tidak sesuai dengan kepentingan politik mereka," ujar Emrus memaknai sikap Partai Demokrat tersebut.
Sebagai akademisi pascasarjana di Universitas Pelita Harapan, Emrus mengaku cukup kaget atas pernyataan politik Agus tersebut. Mengingat, pernyataan itu keluar di detik-detik terakhir jelang pemungutan suara 17 April 2019.
"Ketidaksetujuan Agus itu diungkapnya ke ruang publik. Artinya ada ketidaksinkronan di internal koalisi dalam hal pembagian kekuasaan tersebu," ujar doktor di bidang komunikasi dari Universitas Padjadjaran tersebut.
Secara khusus, Emrus menyoroti penggunaan kalimat ‘melukai hati rakyat’ yang digunakan Agus. Dia menilai kalimat itu justru akan merugikan capres 02, sementara Partai Demokrat masih berada di koalisi partai pendukung capres 02. Sebaliknya, kalimat itu justru menguntungkan capres 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Dari segi komunikasi politik, itu suatu pilihan kata yang menguntungkan capres 01 dan merugikan capres 02. Pernyataan ini menunjukkan ada sesuatu di internal koalisi capres 02. Ini indikasi adanya ketidaksolidan di internal koalisi," papar Emrus.
Secara politik praktis, dia menambahkan, tidak tertutup kemungkinan Partai Demokrat mengubah haluan politiknya dengan pindah dukungan ke capres 01. Apalagi kader-kader Demokrat di daerah sudah secara terang-terangan ada yang menyatakan dukungan ke capres 01.
"Saya kira masih ada kesempatan bagi Agus Yudhoyono untuk secara eksplisit mendeklarasikan dukungan nyata kepada capres nomor 01. Lewat pesannya itu, Demokrat sudah mengarah ke nomor 01. Masih ada kesempatan di detik-detik terakhir," tutur Emrus.