"Rangkaian pesan dari unjuk rasa dan peristiwa itu secara tidak langsung menjadi masukan bagi pemerintah baru nantinya, dan juga masukan bagi DPR, MPR dan DPD," ujar Bamsoet.
Konsekuensinya, dia menjelaskan, Jokowi bersama Wakil Presiden terpilih KH Ma’ruf Amin harus memilih menteri yang tidak sekadar pekerja keras seperti periode sebelumnya, tetapi juga sosok menteri yang responsif terhadap aspirasi masyarakat di semua daerah. Aspirasi dan ketidakpuasan antara daerah yang satu dengan lainnya pasti tidak sama karena karakter dan masyarakat Indonesia berbeda-besa.
"Papua dapat dijadikan contoh kasus. Dalam lima tahun terakhir, Pemerintah telah memberi perhatian lebih kepada Papua. Namun, segala seusatu yang telah dikerjakan di Papua itu ternyata belum bisa memuaskan semua elemen masyarakat di Papua. Berangkat dari kecenderungan itu, Pemerintah bersama parlemen tentu harus mencari rumusan baru untuk menjawab aspirasi masyarakat Papua," urainya.
Bamsoet mengakui menjadi hak prerogatif presiden untuk memilih sosok menteri dari berbagai komunitas, termasuk unsur partai politik (parpol) maupun para profesional. Mengingat, Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan pada beberapa sektor.
Dia menyebut, sosok menteri yang mau bekerja keras tentu menjadi persyaratan utama. Syarat lain yang tidak kalah penting adalah sosok menteri responsif dan komunikatif dengan semua elemen masyarakat.
"Menteri yang komunikatif dengan publik amat diperlukan agar dia mau mendengar dan menyerap aspirasi publik. Penyerapan aspirasi itu kemudian direspons para menteri melalui program kerja dan kebijakan atau peraturan menteri," kata Bamsoet.