Dia juga mengklaim bahwa pihaknya sedang merumuskan ulang sistem klasifikasi mutu dan harga beras bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tujuannya, untuk mengatur perbedaan harga antara daerah sentra produksi dan wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.
"Memang tidak bisa terhadap perubahan suatu kebijakan, kemudian langsung dieksekusi tanpa ada periode transisi. Jadi kurang lebih, nanti itu akan in between premium dan medium," ujar Arief.
"Kemudian antara harga di daerah sentra produksi dengan harga di Indonesia Tengah dan Timur, ada pembedaan harga. Itu juga kita harus atur, karena tidak mungkin Indonesia yang luas ini dengan satu harga tanpa ada zonasi," tuturnya.
Untuk diketahui, Data Panel Harga Pangan Bapanas menunjukkan bahwa per 1 Agustus, rata-rata harga beras premium secara nasional masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), namun mulai menunjukkan tren penurunan.
Di Zona 1, harga turun dari Rp15.497 menjadi Rp15.486 per kilogram (kg); di Zona 2 dari Rp16.591 menjadi Rp16.590 per kg; dan di Zona 3 dari Rp18.390 menjadi Rp18.298 per kg.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan inflasi beras secara bulanan pada Juli 2025 mencapai 1,35 persen, yang tertinggi sepanjang tahun berjalan. Beras juga tercatat sebagai penyumbang inflasi pangan tahunan yang mencapai 3,82 persen di bulan yang sama.