Selanjutnya, dilakukan penerbitan berita faksimili yang ditujukan Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan Kejaksaan Agung RI. Surat resmi itu bernomor NCB-DivHI/Fax/529/IV/2020 perihal konfirmasi status red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra.
"Faksimili tanggal 14 April 2020 inilah sebenarnya yang mengawali terjadinya tindak pidana tersebut," katanya.
Penerbitan surat itu tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Napoleon selaku Kadiv Hubinter Polri. Tak hanya itu, penerbitan surat dikakukan atas inisiatif Napoleon selaku pemohon.
Kemudian, pada 16 April 2020, Anna Boentaran selaku istri Djoko Tjandra membuat surat permohonan kepada Napoleon untuk mencabut red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra.
"Dengan dalil surat permohonan tersebutlah, akhirnya pemohon menerbitkan surat-surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham. Justru disitulah membuka konsistensi pemohon untuk membantu pribadi Djoko Soegiarto Tjandra," katanya.
Sebelumnya kuasa hukum Napoleon Bonaparte membacakan surat pemohonan di hadapan majelis hakim. Mereka menilai jika Bareskrim Polri selaku termohon tidak memiliki bukti penerimaan suap terhadap kliennya.
"Pemohon juga meyakini bahwa sampai saat ini penyidik tidak memiliki barang bukti suap sebagaimana yang disangkakan dalam pasal-pasal pidana yang dicantumkan dalam surat perintah penyidikan," kata kata Kuasa Hukum Napoleon, Putri Maya Rumanti membacakan surat permohonan.