JAKARTA, iNews.id – Gempa bumi dan tsunami yang melanda sejumlah daerah di Sulawesi Tengah (Sulteng) sampai saat ini telah menelan ratusan korban jiwa. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi, pun mengingatkan kepada para relawan dan petugas di lapangan agar memperlakuan jenazah korban bencana alam tersebut secara syariah.
Menurut dia, para relawan dan petugas bisa berpedoman pada Ketentuan Fatwa MUI tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Janaiz). “MUI banyak mendapat pertanyaan dari masyarakat tentang bagaimana mengurus jenazah dalam keadaan darurat. Terdapat ketentuan Tajhiz al-Janaiz dalam kondisi darurat,” ujar Zainut saat dihubungi di Jakarta, Senin (1/10/2018).
Merujuk pada ketentuan tersebut, kata dia, pada dasarnya dalam keadaan normal mayat wajib dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dikuburkan menurut tata cara yang telah ditentukan menurut syariat Islam. Namun, dalam keadaan darurat yang tidak memungkinkan memenuhi ketentuan syariat itu, pengurusan jenazah dilakukan sesuai keadaan di lapangan.
Dia mencontohkan, saat memandikan dan mengkafani, jenazah korban gempa boleh tidak dimandikan. Akan tetapi, apabila memungkinkan sebaiknya diguyur sebelum penguburan. Pakaian yang melekat pada mayat ataupun kantong jenazah, kata Zainut, juga dapat dijadikan kafan bagi jasad yang bersangkutan walaupun terkena najis.
Dalam menyalatkan mayat, jenazah boleh disalati sesudah dikuburkan walaupun dari jarak jauh melalui Salat Gaib dan boleh juga tidak disalati menurut pendapat yang kuat.