Terkait polemik tersebut, Juru Bicara MK Fajar Laksono menjelaskan, putusan MK memang menyatakan KPK bisa menjadi objek hak angket DPR. Namun, kewenangan pengawasan DPR termasuk hak angket tidak dapat mencampuri proses penegakan yudisial yang dilakukan KPK. Proses yudisial dimaksud adalah penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Dalam konteks kewenangan yudisial tersebut, KPK harus independen, yaitu independen dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Menurut Fajar, pada dasarnya, KPK berada di ranah eksekutif karena tugas dan kewajiban KPK di bidang penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi merupakan kewenangan kejaksaan dan kepolisian. Maka MK dalam putusannya menyatakan KPK adalah lembaga yang berada di ranah eksekutif, namun tidak berada di bawah presiden.
Dari penjelasan Fajar Laksono, tampaknya sudah ada titik temu mengenai polemik tersebut. Namun, menurut Agus Rahardjo, pihaknya masih perlu mendiskusikan lagi masalah itu. Yakni, di mana batas kewenangan pengawasan DPR terhadap KPK terkait penegakan yudisial dan tata kelola keuangan.
"Apakah terbatas pada penegakan kasus hukum, jadi apakah DPR hanya boleh mengawasi tata kelola keuangan kita, tata kelola pegawai kita, apa itu. Nanti kita pertegas lagi," katanya.