Namun, ketika dia sampai di sana, para anggota G30S yang berada di kegelapan rumah tersebut salah mengidentifikasinya sebagai Jenderal Nasution. Pierre Tendean segera ditangkap dan dibawa ke sebuah rumah di Distrik Lubang Buaya bersama enam perwira militer lainnya. Pada saat itu, keadaan sangat tegang dan Pierre Tendean yang ditembak para penculiknya menghadapi nasib tragis.
Pierre Tendean adalah salah satu dari tujuh korban yang ditemukan tewas pada 3 Oktober 1965 di dalam sumur tua yang lebih dikenal dengan daerah Lubang Buaya. Tragedi tersebut tidak hanya merenggut nyawa Pierre Tendean, tetapi juga nyawa putri tercinta AH Nasution, Ade Irma Suryani. Kematian ini menyisakan luka yang mendalam dalam sejarah bangsa.
Pada 5 Oktober 1965, Pierre Tendean dan enam rekan sejawatnya diberikan penghormatan yang layak sebagai pahlawan. Mereka secara anumerta diberikan kenaikan pangkat dan diangkat sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia. Pangkat Pierre Tendean dinaikkan menjadi Kapten Czi (Anumerta).
Makam Pierre Tendean dapat ditemukan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Demikianlah biografi Kapten Pierre Tendean dengan segala keteguhannya dalam menghadapi peristiwa G30S 1965. Dia adalah contoh nyata dari pengorbanan yang tidak terlupakan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Kita harus terus mengenangnya dan menceritakan kisahnya kepada generasi muda agar semangat perjuangan untuk kebebasan dan kemerdekaan tetap hidup.