Lebih lanjut, Abdul Muhari juga mengatakan apabila pelepasan energi dari kedua titik tersebut terjadi secara bersamaan, maka anomalinya dapat lebih besar lagi menjadi magnitudo 9,1 seperti yang pernah terjadi di Aceh pada 2004.
“Tetapi kalau pecah bersamaan itu magnitudo-nya bisa sampai 9,1 lebih kurang sama dengan Banda Aceh 2004,” ucap Muhari.
Berdasarkan hasil publikasi Jurnal Nature dari pemodelan peristiwa Tsunami Pangandaran 2006, Muhari mengatakan bahwa gelombang tsunami menghantam bagian selatan Nusakambangan dalam periode waktu 30 menit.
Sedangkan dengan pemodelan yang sama dari titik episentrum di sebelah timur, maka gelombang tsunami sampai di pesisir selatan Pulau Jawa dalam waktu 40 hingga 60 menit.
“Maksimal dalam waktu 40 sampai 60 menit, tsunami sudah sampai daerah Kulon Progo, Kebumen hingga Cilacap,” kata Muhari.
Lebih lanjut, Muhari juga menjelaskan bahwa gelombang tsunami juga berpotensi memiliki rangkaian gelombang lainnya di belakang. Sehingga hal itu harus diantisipasi dengan baik.
“Sampai 5 jam itu gelombangnya akan tetap berosilasi. Bahwa tsunami ini bukan satu gelombang, tapi rangkaian gelombang,” katanya.
“Begitu satu gelombang yang tinggi sudah lewat, maka bukan berarti tsunaminya selesai. Bisa jadi di belakangnya masih ada rangkaian gelombang berikutnya,” ucapnya lagi.
Dalam hal ini, Muhari berharap agar informasi tersebut kemudian perlu dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap, untuk memitigasi wilayahnya dari adanya potensi gelombang tsunami. “Ini yang perlu kita perhatikan,” kata Muhari.