Budiman menilai algoritma bisa menjadi pengendali aksi demonstrasi. Dia mencontohkan orang yang berada di luar negeri bisa menggerakkan massa untuk berdemo hanya berdasarkan algoritma.
Padahal, kata dia, orang yang menggerakan itu hanya mengandalkan teknologi belaka, seperti ChatGPT, untuk melihat algoritma sentimen dari massa tersebut. Selain itu, dia juga menggunakan media sosial untuk menyebarkan ajakannya itu.
"Saya mungkin ada di Manila, saya bisa kok memerintahkan dengan kanal YouTube, akun TikTok, Instagram atau apapun, saya bisa memerintahkan menyusun tuntutan-tuntutan yang saya bisa ubah tiap hari tuntutannya, saya sebar lewat kanal-kanal yang menyebar luar biasa berdasarkan algoritma sentimen sosial yang terjadi pada pagi itu," kata dia.
"Padahal saya ngomong sama ChatGPT bikinkan aku tuntutan slogan sesuai kondisi psikologi politik yang terjadi di Jakarta, Yogyakarta, Bandung pagi ini untuk bikin yang paling bisa secara emosional mengerahkan dan mengaduk-aduk emosi kerumunan massa di Jakarta pada jam 7 malam. Chat GPT akan bisa menuliskannya," kata Budiman.