JAKARTA, iNews.id - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan serta memicu dampak yang lebih luas. Hal itu terlihat dari berbagai peristiwa alam terkait iklim, suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi hingga maraknya bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia.
Oleh karena itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengajak seluruh masyarakat Indonesia bergotong-royong untuk menahan kencangnya laju pemanasan global dan perubahan iklim.
“Perubahan iklim menjadi isu yang harus diperhatikan karena ini memiliki dampak dan risiko yang besar terlebih pada keberlangsungan makhluk hidup dan generasi di masa mendatang. Karenanya, perlu aksi pengendalian perubahan iklim yang konkret dari seluruh lapisan masyarakat,” ucap Dwikorita, Senin (20/3/2023).
Sebagai informasi, peringatan Hari Meteorologi Dunia (HMD) yang jatuh pada 23 Maret merupakan tanggal yang mengacu pada konvensi meteorologi 23 Maret 1950. Konvensi tersebut merupakan rangkaian panjang dari berdirinya badan cuaca di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa yaitu Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization, WMO).
Peringatan HMD tahun 2023 ini mengambil tema "the future of weather, climate, and water across generations" atau "masa depan cuaca, iklim, dan air untuk lintas generasi".
Dwikorita menyebut bentuk kontribusi yang dapat dilakukan dapat dimulai dari hal-hal yang terlihat mudah. Mulai dari tidak membuang sampah sembarangan, menerapkan reduce, reuse, recycle (3R), menanam tanaman atau pohon, berjalan kaki, bersepeda, atau gunakan transportasi umum, dan hemat energi.
“Khusus sampah, dampaknya sangat besar karena memberikan kontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca dalam bentuk emisi metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Karenanya, meskipun terlihat sepele, namun langkah konkrit itu berkontribusi besar dalam menahan laju perubahan iklim,” ujarnya.
Dwikorita mengatakan BMKG mencatat secara keseluruhan tahun 2016 merupakan tahun terpanas untuk Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0,8 derajat Celsius sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Tahun 2020 menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,7 derajat Celsius dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,6 derajat Celsius.
Sebagai perbandingan, informasi suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological Organization, laporan terbaru WMO dalam State of the Climate 2022 yang terbit awal tahun 2023 lalu menyebutkan tahun 2022 menempati peringkat ke-6 tahun terpanas dunia. Periode 2015-2022 menjadi 8 tahun terpanas dalam catatan WMO. Pada awal Desember 2020 juga menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama) dengan tahun 2020 sedang on the track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.
Secara berurutan tahun-tahun tersebut adalah 2016, 2020, 2019, 2017, 2015, 2022, 2021, dan 2018. Tahun 2016 merupakan tahun dengan suhu global terpanas sepanjang catatan WMO dengan anomali sebesar 1,2 derajat Celsius terhadap periode revolusi industri. Kondisi terpanas itu dipicu oleh tren pemanasan global yang diamplifikasi oleh kejadian anomali iklim El Nino.