Di Mana dan ke Mana Pendidikan Kita?

Adjat Wiratma
Dr. Adjat Wiratma, M.Pd. (Foto: Dok. pribadi)

Adjat Wiratma
Doktor Manajemen Pendidikan, 
Dosen Pascasarjana Universitas Panca Sakti Bekasi

MASIH ingatkah dengan kehebohan di media sosial menyoal syarat lowongan kerja yang dibuka PT KAI, beberapa waktu lalu? Sejumlah syarat yang tercantum dalam pengumuman rekrutmen tersebut antara lain IPK (indeks prestasi kumulatif) pelamar mesti 3,5 (tiga koma lima); lulusan perguruan tinggi terakreditasi, hingga; kemampuan bahasa Inggris yang mempuni dengan skor tes di angka tertentu. Tidak ada yang menonjol dari syarat yang diajukan itu, standar saja. Kalaupun kualifikasinya dianggap cukup tinggi, tentunya sekelas perusahaan milik negara ingin mendapatkan calon karyawan terbaik. Respons negatif muncul bisa karena memang saat ini untuk mendapatkan pekerjaan sulit. Kualifikasi tinggi yang ditetapkan perusahan membuat para pencari kerja lulusan perguruan tinggi tidak gampang menyampaikan lamaran.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 5,32 persen yang berarti ada 7,86 juta pengangguran per Agustus 2023 dari total 147,71 juta angkatan kerja secara nasional. Strategi pendidikan vokasi yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan masih jauh panggang dari api, sekalipun sudah ada Perpres 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Latihan Vokasi.

Persoalan susah mencari kerja dengan kualifikasi tinggi bisa jadi hanya persoalan rakyat biasa. Kalau untuk melamar kerja di BUMN butuh S1 dengan IPK tinggi, tidak demikian halnya untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) yang syaratnya cukup lulusan SMA. Padahal mereka yang terpilih akan duduk di komisi yang membidangi urusan pendidikan. Hasilnya pun sudah nyata. Dari perolehan pemilu yang lalu, beberapa nama masuk ke Senayan (DPR) bukan karena ijazahnya, tetapi karena ketenaran dan keuangannya. Namun obrolan kritis semacam itu hanya ramai di linimasa sosial media dan diangkat akun-akun “dagelan” saja, satire untuk politik pendidikan yang sangat besar dampaknya dalam membangun pendidikan kita. 

Waktunya merencanakan

Tahun ini menjadi sangat penting untuk kita merenung lebih dalam tentang sejauh mana pembangunan pendidikan sudah dilakukan. Ini adalah tahun terakhir RPJM 2020-2024 yang sejak awal diamini sebagai tahapan penting dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang juga akan segera berakhir. Rencana-rencana baru dengan kepemimpinan nasional yang baru menjadi masa yang krusial. 

Editor : Ahmad Islamy Jamil
Artikel Terkait
Nasional
18 hari lalu

Mendikdasmen: Insentif Guru Honorer Naik Jadi Rp400.000 di 2026

Nasional
2 bulan lalu

Ketika Gaji Guru Kalah dari Juru Parkir

Buletin
2 bulan lalu

Jadwal Mengajar Dikurangi, Guru Honorer di Madina Mengamuk

Internasional
3 bulan lalu

10 Negara dengan Gaji Guru Tertinggi di Dunia: Kontras dengan Nasib Guru di Indonesia

Nasional
3 bulan lalu

Prabowo Beri Kado Spesial untuk Guru di HUT ke-80 RI, Apa Saja?

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal