"Apakah kemudian untuk hal itu, itu kemudian sistem pengaturannya bersifat konvergensi ini yang perlu dijelaskan nanti keterangannya ditambahkan oleh DPR menyangkut soal frase media lain," tuturnya.
Habiburokhman mengatakan, UU penyiaran sudah masuk dalam Prolegnas sejak periode 2014-2019. Namun baru sampai tahapan harmonisasi. Pembahasan UU Penyiaran selanjutnya masuk prolegnas prioritas 2020. Namun Komisi I sampai saat ini baru sekali melakukan pembahasan internal dan saat ini belum ada perkembangan lagi.
Seperti diketahui, RCTI dan iNews mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran. Poin ini menyebutkan Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
"Dengan tegas disebutkan bahwa penyiaran adalah yang menggunakan spektrum frekuensi radio, sedangkan tayangan video berbasis internet, seperti OTT, media sosial, dan lainnya, juga menggunakan spektrum frekuensi radio," kata Corporate Legal Director MNC Group Christoporus Taufik.
Chris mengatakan, jika uji materi dikabulkan, diharapkan kualitas isi siaran video berbasis internet dapat dihindarkan dari pornografi, kekerasan serta kebohongan, kebencian, termasuk fitnah (hoaks) dan sejenisnya, yang tidak sesuai dengan kultur bangsa Indonesia yang sesungguhnya dan bahkan berbahaya bagi kesatuan NKRI. Ketentuan ini tanpa terkecuali, untuk penyiaran berbasis internet lokal maupun asing.