Pada 2017, Eni memperkenalkan Kotjo sebagai pengusaha tambang yang tertarik menjadi investor dalam proyek PLTU Riau-1 kepada Sofyan Basir di kantor PLN. Selanjutnya Eni berkordinasi dengan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso terkait niat Kotjo sebagai calon investor dalam proyek tersebut.
"Pada tanggal 14 September 2017 bertempat di kantor pusat PT PLN (Persero) dilakukan penandatanganan kontrak induk atau heads of agreement," kata Lie.
Perusahaan yang menandatangani kontrak induk tersebut yakni Dirut PT PJB Iwan Agung Firsantara, Plt Dirut PT PLN Batubara Suwarno, perwakilan dari CHEC Wang Kun, CEO BNR Philip Cecile Rickard dan Dirut PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang. Mereka membentuk konsorsium untuk mengembangkan proyek PLTU Riau-1.
Dalam perkara ini, Jaksa juga mendakwa Eni menerima gratifikasi sebesar Rp5,6 miliar dan 40.000 Singapura yang diduga dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan migas. Mereka yakni Direktur PTM Smelting Prihadi Santosi, PT One Connect Indonesia (OCI) Herwin Tanuwidjaja, dan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Samin Tan.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu telah menerima gratifikasi berupa uang," kata jaksa
Atas perbuatannya Eni didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun terkait gratifikasi, Eni didakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 jo Pasal 65 ayat (1) KUHAP.