JAKARTA, iNews.id – G30S PKI menjadi peristiwa berdarah yang tak lepas dari sejarah bangsa Indonesia. Sejarah penting ini tentunya perlu diketahui agar generasi muda mengerti peristiwa kelam tersebut.
Sejarah G30S PKI dikenal sebagai salah satu upaya penghianatan besar yang pernah terjadi di Indonesia. Tragedy G30S PKI melibatkan pasukan PKI dan Pasukan Cakrabirawa serta beberapa jenderal yang terbunuh pada tahun 1965.
Gerakan ini menyebabkan korban di kalangan petinggi militer dan sipil. Sebanyak 10 perwira tewas dalam peristiwa tersebut, yakni Letjen Ahmad Yani, Mayjen R Suprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S Parman, Brigjen DI Panjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, Lettu Piere Tendean, Brigadir Polisi KS Tubun, Kolonel Katamso, dan Letkol Sugiono.
Sementara satu korban tewas dari warga sipil adalah adalah Ade Irma Suryani, putri Jenderal AH Nasution yang berhasil selamat dari penculikan yang dilakukan PKI.
Istilah G30S PKI merujuk pada gerakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965. Tragedi dua hari satu malam ini berdampak besar terhadap perjalanan bangsa Indonesia ke depan.
Melansir dari berbagai sumber, Selasa (26/9/2023), berikut adalah sejarah, latar belakang, tujuan dan tokoh pada peristiwa G30S PKI. Yuk disimak!
Sebelum peristiwa 30S/PKI terjadi, Partai Komunis Indonesia (PKI) sempat tercatat sebagai partai komunis terbesar di dunia. Hal tersebut didukung dengan adanya sejumlah partai komunis yang telah tersebar di Uni Soviet dan Tiongkok.
Selain itu, PKI juga memiliki hak kontrol secara penuh terhadap pergerakan buruh, kurang lebih ada 3,5 juta orang sudah ada di bawah pengaruhnya. Tidak hanya itu, masih ada 9 juta anggota lagi yang terdiri dari gerakan petani dan beberapa gerakan lain.
PKI berdiri dibelakang dukungan penuh dekrit presiden Soekarno. Sistem Demokrasi Terpimpin yang diusung oleh Soekarno disambut dengan antusias oleh PKI. Karena dengan adanya sistem tersebut, PKI meyakini bahwa mereka mampu menciptakan suatu persekutuan konsepsi yang Nasionalis, Agamis dan Komunis (NASAKOM).
PKI menjelma menjadi partai besar dan memiliki pengaruh cukup kuat di dalam perpolitikan Indonesia. Berdasarkan buku Communism and Econimic Development karya Roger W Benjamin dan John H Kautsky (1968), jumlah anggota PKI telah mencapai 3 juta orang pada 1965.
PKI juga memiliki sejumlah suborganisasi, seperti Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), Pemuda Rakjat, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia, Barisan Tani Indonesia, Himpunan Sardjana Indonesia, dan Lembaga Kebudayaan Rakjat (Lekra).
Apabila dijumlahkan keseluruhan anggotanya mencapai seperlima dari total penduduk Indonesia kala itu. Peristiwa G30S PKI dilatar belakangi persaingan politik antara PKI dan TNI. PKI sebagai kekuatan politik merasa khawatir dengan kondisi kesehatan Presiden Soekarno yang memburuk.
PKI saat itu tengah mendapatkan tempat di pemerintahan Soekarno. Sejumlah usulannya diterima oleh Soekarno dan diterapkan. Misalnya saja soal pembentukan Angkatan Kelima yang menjadikan buruh dan petani sebagai kekuatan militer untuk mendukung operasi-operasi militer, seperti Dwikora yang sedang dilaksanakan waktu itu.
Juga soal pembubaran Partai Masyumi yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa PRRI/Persemesta. TNI sebagai kekuatan militer Indonesia di bawah pimpinan Jenderal AH Nasution sebenarnya tidak sepakat dengan usulan Angkatan Kelima.
TNI khawatir PKI akan menyalahgunakan penggunaan senjata oleh buruh dan tani untuk melakukan pemberontakan. Apalagi saat itu muncul rumor PKI sedang mempersiapkan rencana kudeta. Pada awal Agustus 1965, Presiden Soekarno tiba-tiba pingsan setelah berpidato.
Banyak pihak yang beranggapan bahwa usia beliau tidak akan lama lagi, sehingga muncul pertanyaan besar yakni, siapa pengganti Presiden Soekarno nantinya? Pertanyaan tersebut yang menyebabkan persaingan semakin tajam antara PKI dengan TNI.