Lanjut, menurutnya bukan berarti menganjurkan agar sekolah dibuka kembali tanpa mempertimbangkan protokol kesehatan. Yang terpenting adalah bagaimana bisa mengembangkan, menciptakan rangka medium dalam metode pembelarajan alternatif yang bisa turut berkontribusi bagi anak-anak.
Hal ini penting untuk memastikan perkembangan anak- anak tanpa mengorbankan kesehatan fisik, mental, dan kebahagiaan mereka.
"Dalam hal inilah, kami ingin berkontribusi pada acara-acara alternatif dalam proses pembelajaran dan pengembangan karakter anak yang sesuai dengan tugas dan fungsi pokok BPIP dalam pembinaan,” kata Yudian menuturkan.
Sejumlah dampak yang jelas adalah penutupan sekolah atau proses pembelajaran yang berganti secara daring (online). Bahkan, dia mengutip catatan Unesco yang menyatakan bahwa penutupan sekolah mempengaruhi 1,6 miliar murid di 190 negara atau setara dengan 90 persen anak usia sekolah di seluruh dunia.
Belum lagi, dampak lainnya yang dirasakan misalnya anak-anak tidak bisa bertemu kawan-kawan sebaya, berkurangnya kesempatan pergerakan fisik, hingga kehilangan rutinitas.
"Ini semua merupakan faktor yang mengkhawatirkan yang akan mempengaruhi perkembangan mental dan fisik anak-anak kita ke depan," ujar Guru Besar, lulusan pondok Pesantren.