JAKARTA, iNews.id - Imparsial mengkritik pemerintah atas rencana pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengatur jabatan ASN dapat diisi oleh jajaran TNI-Polri dan sebaliknya. Langkah itu dinilai seperti menghidupkan kembali praktik Dwifungsi ABRI.
"Kami memandang bahwa jika pengaturan teknis tentang penempatan TNI dan Polri aktif benar diakomodasi dalam PP tersebut, jelas hal itu akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik Dwifungsi ABRI seperti pada masa otoritarian Orde Baru," kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3/2024).
Gufron menegaskan TNI merupakan alat pertahanan negara yang bertugas menghadapi ancaman perang. Sedangkan Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta penegakan hukum.
Dia menegaskan kedua lembaga itu sepatutnya tidak terlibat dalam kegiatan politik dan menduduki jabatan-jabatan sipil. Dengan demikian, penempatan TNI dan Polri di jabatan sipil merupakan sesuatu yang menyalahi jati diri mereka.
"Kami memandang salah satu amanat reformasi adalah mencabut peran TNI dan Polri dalam urusan politik, dan mengembalikan fungsi mereka menjadi militer dan aparat penegak hukum yang profesional," jelasnya.
Gufron mengatakan jika pemerintah kembali melakukan rencana penyusunan PP, maka semakin membuktikan bahwa kebijakan pemerintah saat ini sudah melenceng jauh dan bertolak belakang dengan semangat reformasi.
Dia menegaskan kehidupan demokrasi yang dicapai dan dinikmati hari merupakan buah dari perjuangan politik berbagai kelompok pro demokrasi pada 1998 lalu. Dia meminta kalangan elit politik, terutama yang tengah menduduki jabatan strategis di pemerintahan, menjaga serta memajukan sistem dan dinamika politik demokrasi.
"Bukan sebaliknya malah mengabaikan sejarah dan pelan-pelan ingin mengembalikan model politik otoritarian Orde Baru," jelasnya.
Gufron mengingatkan, penghapusan Dwifungsi ABRI (TNI dan Polri) merupakan bagian dari agenda demokratisasi 1998. Penghapusan tersebut tidak hanya sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI yang lebih sebagai alat kekuasaan di masa otoritarian, tapi juga untuk mendorong terwujudnya TNI yang profesional dan bagian dari agenda pembangunan demokrasi Indonesia.