“Cincin Api Pasifik adalah zona berbentuk tapal kuda dan menjadi sabuk gempa paling aktif di Dunia. Bukan hanya Indonesia, negara lain, seperti Jepang, Taiwan, dan Selandia Baru pun masuk dalam cincin api pasfik tersebut,” ujar mantan rektor UGM ini.
Ledakan populasi yang semakin meningkat, kata Dwikorita, mengakibatkan tingginya kerentanan terhadap bencana hidrometeorologi, iklim ekstrim, bahkan gempa bumi dan tsunami.
Untuk pengurangan dampak risiko bencana, kearifan lokal dan aspek sosial sangat dibutuhkan dalam menjaga efektivitas dan keberhasilan sistem peringatan multi-bencana, tersebut.
Menurutnya, pada saat ini belum terbukti adanya teknologi yang mampu memberikan peringatan dini dalam waktu kurang dari 3 menit setelah gempa terjadi, sebagaimana dibutuhkan untuk kejadian tsunami di Palu. Waktu datangnya Tsunami Palu kurang lebih 2 menit setelah terjadi gempa, sebelum peringatan dini diberikan pada menit ke 5.
”Dengan berbagai keterbatasan yang masih ada, kearifan lokal dan teknologi sederhana yang lebih mudah dipahami dan dioperasikan oleh masyarakat lokal tetap harus diterapkan atau diintegrasikan dalam sistem peringatan dini berbasis teknologi maju,” ujarnya.