JOMBANG, iNews.id – Menteri Agama, Nasaruddin Umar, membuka rangkaian Ithlaq Hari Santri 2025 di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (22/9/2025).
Dalam sambutannya, Menag menegaskan bahwa pesantren memiliki peran strategis sebagai pusat peradaban Islam Nusantara yang kini menjadikan Indonesia sebagai salah satu kiblat peradaban Islam dunia.
“Hari Santri bukan hanya seremoni, tetapi momentum untuk mengingatkan kita semua akan kontribusi besar kaum santri terhadap bangsa ini. Dari pesantren lahir kader-kader bangsa yang cerdas, berakhlak, dan siap menyongsong masa depan Indonesia,” ujar Nasaruddin.
Dia menekankan, santri di era modern tidak hanya dikenal sebagai penjaga tradisi, tetapi juga agen perubahan yang adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi. Santri diharapkan mampu berkontribusi dalam memperkuat moderasi beragama, mempererat persatuan, serta menghadirkan wajah Islam rahmatan lil ‘alamin di tengah masyarakat global.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Amien Suyitno, menyampaikan laporan terkait tema besar Hari Santri 2025, yakni “Mengawal Indonesia Menuju Peradaban Dunia”.
Menurut Amien, tema ini bukan sekadar slogan, melainkan cerminan semangat sejarah perjuangan santri dalam menjaga dan mempertahankan kemerdekaan. Ia menegaskan, Resolusi Jihad 10 November 1945 adalah bukti nyata kontribusi santri terhadap lahirnya Republik Indonesia.
“Tema ini menggambarkan semangat santri yang sejak dulu menjadi bagian dari denyut sejarah bangsa. Kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perjuangan para santri,” kata Amien.
Amien juga menyoroti posisi pesantren sebagai pilar peradaban Islam yang memberikan kontribusi besar, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia.
“Hampir semua orientalis mengakui bahwa pesantren adalah tradisi pendidikan Islam yang unik. Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga pusat peradaban yang membentuk wajah Islam Indonesia yang damai dan inklusif,” katanya.
Dirjen Pendis menambahkan, sejak lama pesantren mengusung nilai inklusivisme. Pesantren terbukti mampu beradaptasi dengan beragam budaya, mulai dari Jawa, Bali, hingga internasional, tanpa kehilangan jati dirinya.