Sementara itu, Ipunk menjelaskan, berdasarkan hasil pemantauan terindikasi jumlah bagan tancap dan jaring apung juga semakin bertambah. Berdasarkan informasi hasil sosialisasi, nelayan memiliki 6 sampai 200 unit bagan tancap yang dikelola secara individu maupun kelompok.
“Dari hasil yang kita dapatkan, jumlah ini baru sebagian kecil, sehingga diperlukan pendataan jumlah dan pemilik bagan yang difasilitasi Pemda melalui Kecamatan/Kelurahan,” ucapnya.
Relokasi tidak semata bisa langsung dilaksanakan, mengingat dalam budidaya kerang hijau sangat tergantung kondisi ombak, arus, dan bibit. Sebagai informasi, untuk wilayah Banten berdasarkan Perda RTRW, Zona Budidaya hanya dialokasikan pada perairan Kecamatan Ketapang.
Ditjen PSDKP akan mengenakan sanksi administratif kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran perizinan berusaha dan pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki KKPRL.
“Kami memberikan tenggang waktu 30 hari kepada pembudidaya kerang hijau untuk merelokasi kegiatannya sesuai zona yang diperuntukkan pada perairan DKI Jakarta atau Banten serta mengurus PKKPRL dan perizinan berusaha. Dalam waktu 30 hari tersebut, LPSPL Serang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta/Banten akan membuka gerai terpadu pelayanan perizinan,” katanya.
Setelah batas waktu 30 hari, Ditjen PSDKP akan menerapkan sanksi administratif yaitu paksaan pemerintah untuk penghentian kegiatan dan pembongkaran bagan tancap atau keramba tersebut.
Peraturan Perundang-undangan Pemanfaatan Ruang Laut
Penertiban ini, lanjut Ipunk, berlandaskan Pasal 18 angka 12 sampai Angka 28 UU 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang yang berbunyi, pertama Pemanfaatan ruang dari Perairan Pesisir wajib dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau Rencana Zonasi.