Natalia menyoroti kejanggalan pernyataan Presiden, terutama karena disampaikan dengan latar belakang pesawat udara Tentara Nasional Indonesia dan dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara. Ini dianggap tidak pantas, mengingat semua fasilitas tersebut dibiayai oleh pajak rakyat.
“Semua dalam latar itu, dibayar oleh pajak rakyat,” kata Natalia.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Perkumpulan Jaga Pemilu Erry Riyana Hardjapamekas menegaskan sebagai kepala negara, presiden harus tetap netral dan tidak melanggar undang-undang yang melarang pejabat negara menggunakan akses ke program, anggaran, dan fasilitas negara untuk mendukung peserta pemilu tertentu.
“Presiden sebagai penanggung jawab keuangan dan sumber daya nasional harus menggunakan kekuasaannya untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa," kata Erry.
Titi Anggraini, salah satu inisiator Perkumpulan Jaga Pemilu, menunjukkan bahwa pernyataan presiden dapat diartikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang melarang pejabat negara menguntungkan peserta pemilu selama kampanye.
Ketidaknetralan pejabat negara, termasuk Presiden dan Menteri, dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi elektoral yang telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017.
“Termasuk juga tindakan menteri, yang melakukan tindakan tertentu, yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu adalah pelanggaran kampanye pemilu. Apalagi tindakan itu dilakukan tidak dalam masa cuti di luar tanggungan negara,” tuturnya.