Atas dasar itu, Djoko meminta agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut bebas dirinya. Dia mengklaim dirinya merupakan korban penipuan dari Pinangki dan Andi Irfan Jaya.
"Sesuai apa yang saya bicara kemarin dari pembuktian saya katakan ke JPU saya yang jadi korban penipuan. Untuk itu mereka harusnya tuntut bebas saya," ujarnya.
Sekadar informasi, terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) didakwa menjanjikan uang sebesar 1 juta Dolar AS atau sekitar Rp14,6 miliar untuk Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.
Uang itu dijanjikan Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki jika berhasil mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung (Kejagung). Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Namun, Djoko Tjandra baru memberikan setengah uang dari yang dijanjikan, senilai 500.000 Dolar AS atau sekitar Rp7,3 miliar. Oleh karenanya, Djoko Tjandra didakwa telah menyuap Jaksa Pinangki sebesar Rp7,3 miliar untuk mengurus fatwa MA.
Tak hanya itu, Djoko Tjandra juga didakwa menyuap dua jenderal polisi yakni, Irjen Napoleon Bonaparte sebesar 200.000 Dolar Singapura dan 270.000 Dolar AS serta kepada Brigjen Prasetijo sebesar 150.000 dolar AS. Suap itu diberikan Djoko Tjandra melalui perantara seorang pengusaha, Tommy Sumardi.
Djoko Tjandra diduga menyuap dua jenderal polisi tersebut untuk mengupayakan namanya dihapus dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Ditjen Imigrasi, dengan menerbitkan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham.