Adapun Pasal 1 ke-3 menyatakan, bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Pasal 7 menggariskan, pemerintah berwenang menetapkan bencana nasional dan daerah (ayat 2 huruf c). Penetapan bencana nasional harus meliputi sejumlah indikator yakni jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Pasal 7 ayat (3) menyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan status dan tingkatan bencana diatur dengan peraturan presiden.
Menindaklanjuti UU tersebut, lahir Perpres 17/2018 tentang Penyelenggaran Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu. Pasal 2 ayat (2) Perpres ini menyatakan bahwa penentuan bencana nasional ditetapkan oleh presiden.
Apa konsekuensinya?
Dalam Keppres 12 Tahun 2020, Presiden Jokowi menyatakan, penanggulangan bencana nasional Covid-19 dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020. Penanggulangan ini dilakukan melalui sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pernah menyatakan, dengan penetapan status bencana nasional, terbuka pintu seluas-luasnya bantuan internasional oleh negara-negara lain. Selain itu, masyarakat internasional dapat membantu penanganan kemanusiaan sesuai ketentuan konsekuensi Konvensi Jenewa.
Dalam sejarahnya, status bencana nasional pernah ditetapkan presiden ketika gempa dan tsunami Flores 1992 yang menewaskan sedikitnya 2.500 orang serta gempa dan tsunami Aceh 2004 yang menewaskan lebih dari 130.000 orang.