Yadi mengatakan, IJTI mengecam keras tindak kekerasan tersebut. Pasalnya, tugas jurnalis jelas dilindungi oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.
“Kerja-kerja jurnalistik meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik. Pelaku tindak kekerasan bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta,” katanya.
Yadi mengatakan, IJTI menyatakan tujuh sikap menanggapi tindak kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput aksi di sekitar Gedung Bawaslu, Jakarta, berujung ricuh pada Rabu (22/5/2019) tersebut, yakni:
1. IJTI mendesak Propam Polri menindak tegas dan memproses sesuai hukum yang berlaku bagi oknum anggota Polri yang telah melakukan kekerasan terhadap para jurnalis.
2. Mendesak aparat kepolisian segera mengambil langkah tegas dan menangkap pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya.