Hal yang menjadi sorotan pihak kampus belum memberikan aksi nyata dalam menyelesaikan kasus tersebut. Padahal akibat tindakan pelecehan yang dilakukan oknum dosennya, terdapat mahasiswi yang trauma hingga berhenti kuliah.
“Kita sangat sesalkan apabila kampus melakukan pembiaran terhadap adanya kasus kekerasan seksual. Sebagai pencetak sumber daya manusia unggul, perguruan tinggi seharusnya dapat berkomitmen menunjukkan integritas dan kredibelitasnya terhadap hal-hal yang bertentangan dengan hukum, moral, dan etika,” ucap Puan.
Puan mengatakan, kekerasan seksual yang terjadi di ruang akademis menunjukkan bahwa sistem perlindungan belum cukup efektif dalam mencegah maupun menanggapi kasus-kasus kekerasan seksual.
“Ini adalah bagian dari serangkaian masalah kekerasan seksual yang dihadapi perempuan di berbagai ruang publik, termasuk di lingkungan akademis,” katanya.
Kepada perguruan tinggi, Puan kembali mengingatkan untuk memainkan perannya yang tak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai penjaga moral dan etika. Menurutnya, institusi pendidikan memiliki tanggung jawab besar untuk memperkuat kebijakan perlindungan perempuan di lingkungan kampus.
“Sistem penanganan kasus kekerasan seksual harus diperbaiki agar lebih inklusif, dengan melibatkan partisipasi mahasiswa, dosen, serta aktivis hak asasi perempuan. Kebijakan ini harus menjamin akses korban terhadap keadilan, tanpa adanya ancaman atau stigma tambahan,” tutup Puan.