JAKARTA, iNews.id – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung, dengan pidana penjara masing-masing selama 10 tahun. Vonis itu sama seperti tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) sebelumnya.
Irvanto adalah mantan wakil sekretaris jenderal Partai Golkar sekaligus mantan direktur PT Murakabi Sejahtera dan mantan ketua Konsorsium Murakabi—yang menjadi salah satu konsorsium proyek pengadaan e-KTP. Irvanto juga merupakan keponakan dari mantan ketua DPR sekaligus mantan ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) yang menjadi terpidana 15 tahun penjara dalam kasus yang sama.
Sementara, Oka adalah pemilik OEM Investment Pte Ltd dan Delta Energy Pte Ltd sekaligus mantan komisaris PT Gunung Agung. Oka juga merupakan teman dan orang kepercayaan Setnov.
Majelis hakim yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Yanto dengan anggota Franki Tambuwun, Emilia Djajasubagja, Anwar, dan Ansyori Syaifuddin menilai, Irvanto dan Oka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan perbuatan korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun 2011-2013. Proyek dengan anggaran Rp5,95 triliun itu dimenangkan dan digarap konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI).
Majelis menggariskan, perbuatan pidana Irvanto dan Oka terbukti dilakukan bersama-sama dengan delapan orang lain, baik yang sudah menjadi terpidana dan belum tersangka. Perbuatan Irvanto dan Oka mencakup dua hal utama. Pertama, secara langsung maupun tidak langsung turut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam proyek e-KTP. Kedua, menjadi perantara dalam pembagian fee (uang suap) dari proyek tersebut untuk pihak-pihak tertentu, termasuk untuk Setya Novanto.
Perbuatan Irvanto dan Oka telah memperkaya puluhan orang dan lebih 6 perusahaan. Akibatnya negara mengalami kerugian Rp2.31 triliun sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor : SR-338/D6/01/2016 tertanggal 11 Mei 2016.
“Mengadili, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa 1 Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan terdakwa 2 Made Oka Masagung dengan pidana penjara masing-masing selama 10 tahun dan pidana denda masing-masing sebesar Rp500 juta subsider pidana kurungan masing-masing selama 3 bulan,” tegas hakim Yanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/12/2018) malam.
Majelis menilai, perbuatan keduanya telah melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan pertama. Majelis mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan para terdakwa. Yang meringankan mereka yakni bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Sementara, pertimbangan memberatkan Irvanto dan Oka ada tiga. Pertama, perbuatan kedua orang ini bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi. Kedua, korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Ketiga, Irvanto dan Oka tidak secara maksimal memberikan pengakuan sepenuhnya, melainkan masih menutup-nutupi sejumlah hal terkait kasus korupsi e-KTP.
Atas putusan majelis hakim, Irvanto dan Oka serta tim penasihat hukum masing-masing maupun JPU KPK mengaku masih pikir-pikir selama satu pekan apakah banding atau menerima putusan. “Pikir-pikir,” ujar Irvanto dan Oka bersamaan.