Di sisi lain, Muhammadiyah meniali pemerintah telah mengambil langkah sebagaimana mestinya dan dalam menghadapi dinamika politik diharapkan tetap seksama sesuai dengan hukum dan prinsip demokrasi yang menjadi acuan dalam kehidupan bernegara. Aparat keamanan Polri dan TNI di lapangan pun telah berusaha melaksanakan tugasnya dengan maksimal serta diharapkan tetap santun, profesional, dan tidak terpancing melakukan tindakan represif yang tidak diinginkan bersama.
Muhammadiyah mengimbau kepada gerakan massa atau demonstrasi yang menyuarakan aspirasi politik masalah pemilu untuk tetap damai, tertib, menaati aturan, dan menjauhi segala bentuk kekerasan. Lebih-lebih di Bulan Suci Ramadan bagi umat Islam yang mesti dimaknai dengan nilai-nilai luhur puasa dan akhlak mulia.
“Manakala (aksi massa) terbukti menimbulkan dan membuka peluang bagi besarnya kemudaratan, maka menjadi lebih baik dan maslahat jika aksi massa itu dicukupkan atau dihentikan dengan mempercayakan masalah sengketa pemilu pada proses hukum,” tuturnya.
Muhammadiyah menyerukan semua pihak agar dapat menahan diri dan menghentikan semua bentuk kekerasan dan tindakan anakistis yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa. Haedar mengatakan, sungguh mahal harganya jika Indonesia mengalami eskalasi kerusuhan dan anarki karena persengketaan politik Pemilu lima tahunan. “Masih banyak permasalahan dan agenda nasional untuk diselesaikan bersama menuju Indonesia yang bersatu, adil, makmur, bermartabat, berdaulat, dan berkemajuan,” ucapnya.
Muhammadiyah mengajak para tokoh agama, elite politik, pejabat publik, media massa, netizen, dan warga bangsa untuk dapat menciptakan suasana yang sejuk dan damai demi kerukunan dan persatuan nasional. Semua pihak hendaknya menghindari pernyataan-pernyataan dan tindakan yang dapat memanaskan dan memperkeruh keadaan yang merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Media sosial (medsos) hendaknya dijadikan saluran yang menciptakan suasana tenang, damai, bersatu, dan berkeadaban mulia.