Sebelumnya, Kejati Sultra telah menetapkan enam tersangka lain dalam kasus ini, termasuk Supriyadi, Kepala Kantor Unit Pelayanan Pelabuhan (Syahbandar) Kolaka, yang ditahan pada 6 Mei 2025.
Supriyadi diduga menyalahgunakan wewenang dengan menerima sejumlah uang untuk memuluskan aktivitas sandar, muat kapal, hingga memberikan persetujuan berlayar kapal tongkang yang memuat ore nikel secara ilegal.
Selain Supriyadi, empat bos perusahaan tambang juga telah ditahan, yakni Muh. Machrusy (Direktur Utama PT AMIN), Muliyadi (Direktur PT AMIN), dan Erik Sinarto (Direktur PT BPB). Tersangka lainnya, yaitu Halim Huncoro (Direktur Utama PT KMR) dan seorang perempuan bernama Dewi yang berperan sebagai koordinator kerja sama.
"Akibat perbuatan para tersangka Kerugian negara akibat perbuatan para tersangka diperkirakan mencapai Rp100 miliar,” ucapnya.
Modus operandi para tersangka dengan memperjualbelikan dokumen PT AMIN untuk memuat ore nikel dari perusahaan lain tanpa izin kawasan hutan dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Aktivitas ilegal ini difasilitasi oleh Syahbandar Kolaka yang memberikan persetujuan untuk kegiatan bongkar muat.
“Para tersangka memanfaatkan dokumen PT AMIN untuk kegiatan ilegal, termasuk pemuatan ore nikel tanpa izin resmi,” katanya.