Kekerasan di Pesantren Masih Terjadi, Pengelola Diminta Terapkan Standar Mutu yang Jangkau Semua Aspek

Widya Michella
Ketua Majelis Masyayikh KH Abdul Ghofarrozin (kedua dari kiri) bersama KH Abdul Ghofur Maemoen (ketiga dari kiri) menyosialisasikan UU Pesantren di PP Mahad Aly Al-Tamasi, Arjosari, Pacitan, Jatim. (Foto: Kemenag)

JAKARTA, iNews.id - Pondok pesantren harus memiliki mekanisme pengawasan internal yang kuat agar tidak terjadi lagi kasus kekerasan di dalam institusi pendidikan berciri khas Islam tersebut. Hal ini penting karena sejauh ini laporan kekerasan di pesantren masih cukup banyak.

Masukan itu disampaikan dalam acara Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di PP Mahad Aly Al-Tamasi, Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Rabu (11/10/2023). Acara bertema "Profil Santri Indonesia, Dewan Masyayikh, dan Rancangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren" mengungkap pesantren diminta menerapkan standar mutu internal yang di antaranya meminimalisasi kekerasan dalam pendidikan.

Ketua Majelis Masyayikh KH Abdul Ghofarrozin mengatakan masalah ini harus menjadi perhatian bagi pengelola pesantren agar dapat melakukan langkah preventif yang diperlukan. Saat ini Majelis Masyayikh tengah menyusun draf penjaminan mutu pesantren yang akan mengatur acuan mutu bagi penyelenggaraan pendidikan di pesantren. 

"Penjaminan mutu ini tetap memperhatikan kekhasan pesantren, bukan menyeragamkan," ujarnya, Rabu (11/10/2023).

Majelis Masyayikh merupakan lembaga induk penjaminan mutu pesantren yang dibentuk berdasarkan UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren dan Keputusan Menteri Agama Nomor 1154 Tahun 2021 yang berisikan 9 orang anggota dari unsur pesantren di Indonesia. Pada saat ini Majelis Masyayikh tengah menyosialisasikan mekanisme penjaminan mutu pesantren berdasarkan UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Menurut Gus Rozin, salah satu indikator pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang ramah anak tanpa ada kekerasan di dalamnya.

"Penguatan manajemen pesantren perlu didorong agar mekanisme pencegahan dapat dilakukan sebelum kasus-kasus terjadi," kata pengasuh Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah ini.

Sebelumnya pesantren telah berkomitmen mengembangkan lingkungan pendidikan yang bebas kekerasan dan tempat aman bagi para santri. Hal ini kemudian diformalisasi dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. PMA ini kemudian didetailkan lagi dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4836 Tahun 2022 tentang Panduan Pendidikan Pesantren Ramah Anak.

Namun beberapa kasus masih terjadi, seperti di Yayasan Pesantren Tahfiz Madani, Cibiru, Bandung dan Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur. Terulangnya kasus-kasus ini harus disikapi dengan langkah pencegahan yang dilaksanakan oleh unit internal sebagai bagian dari mekanisme penjaminan mutu.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH Abdul Ghofur setuju pesantren harus menerapkan standar yang universal. Ini penting agar institusi ini tidak kehilangan kepercayaan masyarakat, menyusul beberapa peristiwa kasuistik yang terjadi.

Editor : Rizal Bomantama
Artikel Terkait
Buletin
6 hari lalu

Detik-detik Asrama Putri Ponpes di Situbondo Ambruk, 1 Santriwati Tewas dan Belasan Luka-Luka

Nasional
7 hari lalu

Asrama Putri Ponpes di Situbondo Ambruk, 1 Santriwati Tewas Belasan Terluka

Muslim
8 hari lalu

Minat Gen Z terhadap Pesantren Tinggi, Lokasi dan Fasilitas Jadi Pertimbangan Utama

Nasional
10 hari lalu

Menag Bentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan: Wujudkan Pesantren Ramah Anak

Nasional
11 hari lalu

Menteri PPPA: Pesantren Harus Jadi Tempat Aman dan Bebas Kekerasan

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal