Gus Ghofur menjelaskan Majelis Masyayikh menjadi lembaga yang merepresentasi pondok pesantren dan isinya berasal dari kalangan pesantren sendiri. Dengan demikian mutu pesantren tidak didikte pemerintah, tetapi menggunakan ukuran yang telah disusun Majelis Masyayikh dengan tanpa mengesampingkan kekhasan yang sudah ada.
Majelis Masyayikh saat ini tengah menyusun draf penjaminan mutu bagi pesantren usai pengakuan pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Majelis ini akan bertindak sebagai penjamin mutu eksternal yang akan berkoordinasi dengan penjamin mutu internal dalam melaksanakan quality control pendidikan pesantren.
Praktik operasionalnya nanti, unit pesantren harus membentuk Dewan Masyayikh yang bersama Majelis Masyayikh merumuskan kebijakan untuk meningkatkan mutu pesantren dalam berbagai segi. Dewan Masyayikh di level satuan pendidikan akan menjadi implementor penjaminan mutu di lingkup instutusi pendidikan berdasarkan ketentuan yang disusun bersama.
Dengan adanya standar mutu universal, diharapkan pesantren di seluruh Indonesia dapat terus meningkatkan mutu pendidikan dan tetap menjaga kekhasan serta keunggulan yang dimiliki masing-masing pesantren. Selain itu pesantren juga akan semakin diakui sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional.
Kasus kekerasan dalam institusi berlabel agama telah terjadi di lingkup lembaga pendidikan Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Yang terbesar di lembaga pendidikan Islam sebesar 91 persen dari 71 kasus menurut statistik tahun 2017-2021. Kasus kekerasan yang paling sering dilaporkan kekerasan seksual sebanyak 43 kasus, disusul kekerasan fisik 19 kasus, dan kekerasan verbal atau ancaman sebesar 11 kasus.