JAKARTA, iNews.id - Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan aktivitas umrah secara non-prosedural atau dikenal dengan umrah backpacker berisiko bagi jemaah. Pertama, umrah backpacker tidak sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
"Risikonya adalah menjadi bagian dari yang melanggar undang-undang. Kalau dia orang Islam, ada dalil di Alquran kita taat kepada Allah, taat kepada Rasul dan taat pada Ulil Amri," kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Nur Arifin, Sabtu (7/10/2023).
Dalam pasal 115, disebutkan bahwa setiap orang tanpa memiliki izin dilarang mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jemaah umrah.
"Indonesia membuat aturan, siapa pun yang melakukan perjalanan umrah maka harus melalui PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah). Seseorang atau kelompok orang yang menyelenggarakan umrah tetapi tidak berizin maka diancam dengan denda maksimal Rp6 miliar atau penjara maksimal 6 tahun," ucap Nur.
Kedua, perjalanan umrah backpacker tidak memiliki jaminan layanan. Walaupun umrah backpacker lebih murah, tetapi tak ada jaminan bagi jemaah jika mengalami masalah di Arab Saudi.
"Masyarakat Indonesia dengan Saudi itu budayanya berbeda, bahasanya beda, alamnya beda, sistem pemerintahannya. Kalau ada masalah maka siapa yang menjamin, kan kasihan," kata Nur.