Tersangka diduga melakukan mark-up anggaran, pengadaan kegiatan fiktif, dan tidak melibatkan perangkat resmi seperti Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) dalam pengelolaan dana desa. Semua anggaran dikuasai langsung Kepala Pekon tanpa disertai dokumen pertanggungjawaban sah.
Beberapa kegiatan yang terindikasi fiktif meliputi program penanganan stunting, pengadaan perlengkapan posyandu, perawatan kendaraan dinas hingga proyek fisik lainnya. Selain itu, tersangka juga diketahui pernah menjaminkan surat tanah kantor pekon ke koperasi senilai Rp40 juta, meski kemudian ditebus kembali.
“Pengambilan keputusan dan pengelolaan anggaran dilakukan secara sepihak. SPJ yang diajukan tidak didukung bukti sah,” katanya.