JAKARTA, iNews.id-Kepercayaan masyarakat sebelum masuknya Hindu dan Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia, masyarakat di Indonesia memiliki beragam kepercayaan dan sistem keagamaan yang khas.
Menurut penulis Sutan Takdir Alisyahbana dalam bukunya yang berjudul "Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia" (1988), kebudayaan asli orang Nusantara sebelum kedatangan agama Hindu dan Buddha terdiri dari kepercayaan pada roh-roh dan tenaga gaib yang masih memiliki bentuk dan fungsi yang belum jelas.
Kepercayaan ini memiliki perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan agama Hindu dan Buddha yang memiliki bentuk yang lebih nyata dalam konsep Dewa (Tuhan), hierarki, dan kekuatan yang dimiliki oleh para dewa tersebut dalam kehidupan manusia.
Kepercayaan yang masih samar bentuk dan fungsinya dalam sejarah agama orang-orang Nusantara yang dimaksudkan oleh Sutan Takdir Alisyahbana adalah kepercayaan animisme dan dinamisme.
Dalam buku "African Literature: Animism and Politic" (2001) karya Caroline Pooney, animisme diartikan sebagai kepercayaan kepada makhluk halus dan roh-roh leluhur atau roh-roh yang telah meninggal. Asal-usul istilah animisme berasal dari bahasa Latin, yakni "anima" yang berarti "roh".
Konsep animisme juga dijelaskan dalam buku "Perbandingan Agama I" (1996) yang ditulis oleh Zakiah Daradjat. Menurutnya, animisme adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh sebelum manusia mendapatkan pengaruh dari ajaran agama yang bersifat wahyu Tuhan.
Sementara itu, dari KBBI animisme adalah kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung, dan sebagainya).
Dalam kepercayaan animisme, manusia meyakini bahwa roh nenek moyang atau roh kerabat yang sudah meninggal harus dihormati agar mereka tidak mengganggu.
Dengan menghormati roh-roh tersebut, manusia percaya bahwa mereka akan terlindungi dari bahaya. Penganut animisme juga memohon perlindungan kepada roh-roh leluhur untuk menjaga keselamatan dan keberhasilan mereka.
Mereka juga meminta berbagai hal seperti kesembuhan, keberuntungan, keselamatan, dan perlindungan dari bencana alam.
Edward B. Tylor dalam bukunya yang berjudul "Primitive Culture: Research into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom" (1871) mengungkapkan bahwa kekuatan yang diatributkan kepada benda-benda yang disembah oleh masyarakat memberikan rasa nyaman, terutama ketika seseorang berada dekat atau bersentuhan dengan benda yang dipercayainya.
Kepercayaan semacam dinamisme ini terus bertahan sepanjang waktu, bahkan hingga saat ini. Masih banyak orang yang percaya bahwa batu cincin dan benda-benda jimat lainnya dapat memberikan berbagai manfaat, seperti kekebalan, keberanian, dan kecantikan.